Belajar dari Grameen Bank
( Belajar pemberdayaan masyarakat miskin)
Selayaknya
Grameen Bank atau Bank kaum miskin dapat dijadikan sebagai pembelajaran dalam
memerangi kemiskinan oleh pihak akademis. Tidak lain Muhammad yunus yang
merupakan dekan fakultas ekonomi Chittagong University di Bangladesh. Yang
mampu memberikan perubahan sosial bagi kaum miskin untuk mampu berwirausaha sosial
secara mandiri. Terutama dalam memberikan kesetaraan gender didalam kungkungan
budaya purda waktu itu. Pertimbangan lain, karena kaum perempuan lebih mementingkan
kondisi keluarga dan anak-anaknya ketimbang kaum laki-laki yang hanya
mementingkan diri pribadi.
Sebelum
munculnya Grameen Bank banyak hal dan kerja sosial yang dilakukan dalam
memerangi kemiskinan terutama persoalan sosial. Katakanlah Pertanian Tiga
Pihak yang muncul karena tidak produktifnya lahan pertanian pada musim
kemarau dan sumur bor yang tidak difungsikan. Perjanjian dilakukan dengan tiga
pihak yaitu; pemilik lahan, petani dan Yunus sebagai pemberi kelengkapan dan
bibit.
Program
ini disetujui bersama komunitas dalam memanfaatkan lahan pertanian dengan hasil
pertanian yang cocok pada musim kemarau. Program ini berhasil namun muncul
beberapa kekurangan dan kelemahan dalam program pertanian tiga pihak.
Diantaranya pembagian hasil yang didapat tidak sesuai dengan perjanjian, hasil
pertanian tidak terbuka, dan Yunus lebih banyak menderita kerugian karena
mendapat pembagian hasil yang tidak sesuai perjanjian.
Setelah
kegagalan dalam program ini, Yunus kemudian kembali mengkaji masyarakat miskin
lebih dalam dan mendefinisikan lebih lanjut tingkatan kaum miskin. Melihat
realitas dan membaur untuk mendapat kenyataan paling dalam didalam komunitas. Maka Yunus, mencoba
memahami masalah dari sudut pandang pihak yang mengalami masalah. Yunus kembali
mengidentifikasikan masalah kemiskinan di Jobra. Mempelajari kemiskinan dan
menemukan pentingnya perbedaan antara mereka yang benar-benar miskin dengan
petani marjinal. Bahkan separuh dari jumlah penduduk jauh lebih miskin
ketimbang petani marjinal. Yunus kembali mendefinisikan dan menggolongkan kaum
miskin menjadi tiga kategori. Maka ditemuinya kelompok masyarakat paling miskin
dan tidak mempunyai penghasilan bahkan tidak mempunyai aset tertentu selain
dirinya sendiri.
Setelah itu, maka
Yunus kembali melihat realitas sosial dalam masyarakat miskin di desa Jobra.
Banyak hal yang ditemui Yunus dan mahasiswanya, diantaranya pekerjaan yang
didasari dari keahlian anyaman. Namun tidak mempunyai modal dan aset dalam
mengembangkan keahliannya. Bahan baku yang didapat dari seorang rentenir yang
kemudian harus dijual hanya pada rentenir dengan harga yang telah ditentukan.
Hasil karya tidak sebanding dengan karya yang dihasilkan. Keperluan terpenting
ialah pinjaman/modal yng digunakan untuk membeli bahan baku untuk terus mampu
memproduksi anyaman bangku bambu. Perlunya pinjaman untuk mampu keluar dari
belenggu rentenir dan mampu menjual hasil karya sesuai kualitas dan harga
pasar.
Penyelesaian dengan memberikan pinjaman
dengan tanpa bunga pada kaum miskin yang terbelenggu rentenir, dan kaum miskin
yang memiliki ketrampilan dan keahlian tapi tidak mampu memulai kewirausahaan
sosial. Skala pertama yang dijalankan tidak terlalu muluk dan tergesa-gesa.
Dicoba pertama kali dengan tahap skala kecil di desa Jobra. Keberhasilan pada
tahap pertama di desa Jobra lantas tidak mengeneralisasikan gagasan dan hasil
belajar dalam setiap konteks. Namun dicoba kembali dalam desa yang berbeda
namun memiliki konteks yang berbeda pula.
Setelah mempunyai
hasil kesamaan dalam setiap konteks yang berbeda, Yunus kemudian
menyebarluaskan dalam skala nasional.
Kemudian menyebarluaskan ke negara dunia ketiga dan ke beberapa negara
yang perekonomiannya sama dengan Bangladesh. Kemudian digerakkan ke
negara-negara di Eropa dan negara kaya yang mempunyai keadaan perekonomian
serta kondisi masyarakat yang berbeda jauh.
Yunus
memprioritaskan pinjaman kepada kaum perempuan, karena kedudukan sosial kaum
miskin perempuan di Bangladesh yang paling rawan. Jika ada anggota keluarga
yang `
harus mengalami kelaparan maka hukum tak tertulis mengatakan ibulah
yang pertama kali akan memgalaminya. Bagi Yunus kaum perempuan terbukti lebih
cepat menyesuaikan diri dan mampu berusaha lebih baik dalam proses membangun
kemandirian ketimbang kaum laki-laki. Perempuan miskin jauh memandang kedepan
dan bekerja keras untuk membebaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan.
Tujuan utama hanyalah menyiapkan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya dan
keadaan rumah tangganya. Sedangkan laki-laki mempunyai tujuan yang sangat
berbeda, dimana lebih mementingkan dirinya sendiri. Jika meeningkatkan
kesejahteraan perempuan berarti menyelamatkan generasi.
Yunus hanya
memberikan kail untuk memberikan dorongan keatas agar kaum miskin khususnya
perempuan, agar bangkit melawan ketertindasan mereka oleh rentenir dan budaya.
Masyarakat miskin yang mempuyai keahlian tertentu, namun terbelenggu oleh
rentenir karena mendapat pinjaman dari Grameen Bank yang memberikan suku
pengembalian dengan sangat kecil. Hal ini memberikan peluang bagi masyarakat
miskin untuk mampu menyisihkan laba dari usaha untuk keperluan memperbaiki
rumah dan menyekolahkan anak-anak mereka. Peluang inilah yang tidak dimiliki
mereka sewaktu terbelenggu dengan rentenir. Karena laba mereka hanya digunakan
untuk tambal menyulam, karena bunga dan hasil kerajinan yang harus dijual
dipihak rentenir dengan sangat murah.
Banyak peluang dan
keharusan bagi nasabah Grameen Bank untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan
memiliki rumah dengan kepemilikan pribadi. Memperbesar usaha, memiliki
tabungan, mendapat fasilitas pendampingan. Hal-hal inilah yang memberikan
peluang bagi kaum miskin untuk terus berkembang dan memperbaiki perekonomian
keluarga. Ternyata didapat hal yang sering dianggap sepele ialah mayoritas
nasabah Grameen Bank ialah kaum perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa
perempuan lebih bertanggung jawab terhadap keluarga dan anak-anaknya dari pada
kaum lelaki.
Kepercayaan
terhadap kaum miskin merupakan modal utama dalam mendirikan Grameen Bank.
Tercatat hingga kini prosentase pengembalian setidaknya cukup tinggi hingga
97,6 %. Hal yang jarang ditemui pada
bank konvensional pada umumnya yang hanya tinggi dalam memberikan kredit, namun
tingkat suku pengembalian yang sangat rendah. Didapat kenyataan bahwa kaum
miskin dapat dipercaya jika kepercayaan kepada mereka juga ada. Hanya
kesenjangan yang menjadikan perbedaan dalam peluang sosial dengan kaum borjuis.
Kaum miskin
perempuan memiliki banyak peluang dalam mengembangkan potensi yang dimiliki.
Pengembangan yang dilakukan kaum miskin menyentuh secara multidimensional.
Bermula dari hal kecil, namun akhirnya secara bertahap mampu membuat perubahan
sosial secara luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar